Most Preview

Friday, May 22, 2015

Jika leher atau Kerabat anda seperti ini, Check Dokter sekarang..



 


Jika Anda atau seseorang dalam keluarga Anda memiliki tanda di leher yang terlihat seperti ini di bagian belakang atau sisi samping leher, itu bukan kotoran.

Itu adalah kondisi yang disebut "Acanthosis nigricans", yang sering merupakan tanda dari kondisi prediabetic/ PREDIABETES.

Apa itu PREDIABETES?

Prediabetes adalah apabila kadar glukosa darah seseorang lebih tinggi daripada biasa tetapi tidak cukup tinggi untuk menjadi diabetes tipe 2. Hasil pemeriksaan Gula Darah Plasma Puasa (GDP Plasma) normal dibawah 100 mg/dl, sedangkan pada prediabetes berkisar antara 100-125 mg/dl, JIKA meningkat diatas 126 mg/dl, maka dikategorikan dalam Diabetes.

Segera bawa ke Dokter cek gula darah anda, Semakin cepat semakin baik.

Semoga tips ini bermanfaat. Silahkan berikan komentar anda mengenai artikel tentang Tips-tips ini! Setelah itu jangan lupa untuk membagikan info ini kepada sahabat dan keluarga anda dengan cara klik tombol "Likes" atau Share di MedSos anda agar mereka tahu info ini :), terima kasih @www.rumahbrand.com

Wednesday, May 20, 2015

KISAH INSPIRASI TERBAIK HARI INI YANG PATUT ANDA BACA








Kisah nyata ini ditulis oleh seorang dosen mengenai seorang kakek yang tidak gentar berjuang untuk hidup dengan mencari nafkah dari hasil berjualan amplop di Masjid Salman ITB. Jaman sekarang amplop bukanlah sesuatu yang sangat dibutuhkan, tidak jarang kakek ini tidak laku jualannya dan pulang dengan tangan hampa. Mari kita simak kisah “Kakek Penjual Amplop di ITB”.

Setiap menuju ke Masjid Salman ITB untuk shalat Jumat saya selalu melihat seorang Kakek tua yang duduk terpekur di depan dagangannya. Dia menjual kertas amplop yang sudah dibungkus di dalam plastik. Sepintas barang jualannya itu terasa “aneh” di antara pedagang lain yang memenuhi pasar kaget di seputaran Jalan Ganesha setiap hari Jumat. Pedagang di pasar kaget umumnya berjualan makanan, pakaian, DVD bajakan, barang mainan anak, sepatu dan barang-barang asesori lainnya. Tentu agak aneh dia “nyempil” sendiri menjual amplop, barang yang tidak terlalu dibutuhkan pada zaman yang serba elektronis seperti saat ini. Masa kejayaan pengiriman surat secara konvensional sudah berlalu, namun Kakek itu tetap menjual amplop. Mungkin Kakek itu tidak mengikuti perkembangan zaman, apalagi perkembangan teknologi informasi yang serba cepat dan instan, sehingga dia pikir masih ada orang yang membutuhkan amplop untuk berkirim surat.

Kehadiran Kakek tua dengan dagangannya yang tidak laku-laku itu menimbulkan rasa iba. Siapa sih yang mau membeli amplopnya itu? Tidak satupun orang yang lewat menuju masjid tertarik untuk membelinya. Lalu lalang orang yang bergegas menuju masjid Salman seolah tidak mempedulikan kehadiran Kakek tua itu.

Kemarin ketika hendak shalat Jumat di Salman saya melihat Kakek tua itu lagi sedang duduk terpekur. Saya sudah berjanji akan membeli amplopnya itu usai shalat, meskipun sebenarnya saya tidak terlalu membutuhkan benda tersebut. Yach, sekedar ingin membantu Kakek itu melariskan dagangannya. Seusai shalat Jumat dan hendak kembali ke kantor, saya menghampiri Kakek tadi. Saya tanya berapa harga amplopnya dalam satu bungkus plastik itu. “Seribu”, jawabnya dengan suara lirih. Oh Tuhan, harga sebungkus amplop yang isinnya sepuluh lembar itu hanya seribu rupiah? Uang sebesar itu hanya cukup untuk membeli dua gorengan bala-bala pada pedagang gorengan di dekatnya. Uang seribu rupiah yang tidak terlalu berarti bagi kita, tetapi bagi Kakek tua itu sangatlah berarti. Saya tercekat dan berusaha menahan air mata keharuan mendengar harga yang sangat murah itu. “Saya beli ya pak, sepuluh bungkus”, kata saya.

Kakek itu terlihat gembira karena saya membeli amplopnya dalam jumlah banyak. Dia memasukkan sepuluh bungkus amplop yang isinya sepuluh lembar per bungkusnya ke dalam bekas kotak amplop. Tangannya terlihat bergetar ketika memasukkan bungkusan amplop ke dalam kotak.

Saya bertanya kembali kenapa dia menjual amplop semurah itu. Padahal kalau kita membeli amplop di warung tidak mungkin dapat seratus rupiah satu. Dengan uang seribu mungkin hanya dapat lima buah amplop. Kakek itu menunjukkan kepada saya lembar kwitansi pembelian amplop di toko grosir. Tertulis di kwitansi itu nota pembelian 10 bungkus amplop surat senilai Rp7500. “Kakek cuma ambil sedikit”, lirihnya. Jadi, dia hanya mengambil keuntungan Rp250 untuk satu bungkus amplop yang isinya 10 lembar itu. Saya jadi terharu mendengar jawaban jujur si Kakek tua. Jika pedagang nakal ‘menipu’ harga dengan menaikkan harga jual sehingga keuntungan berlipat-lipat, Kakek tua itu hanya mengambil keuntungan yang tidak seberapa. Andaipun terjual sepuluh bungkus amplop saja keuntungannya tidak sampai untuk membeli nasi bungkus di pinggir jalan. Siapalah orang yang mau membeli amplop banyak-banyak pada zaman sekarang? Dalam sehari belum tentu laku sepuluh bungkus saja, apalagi untuk dua puluh bungkus amplop agar dapat membeli nasi.

Setelah selesai saya bayar Rp10.000 untuk sepuluh bungkus amplop, saya kembali menuju kantor. Tidak lupa saya selipkan sedikit uang lebih buat Kakek tua itu untuk membeli makan siang. Si Kakek tua menerima uang itu dengan tangan bergetar sambil mengucapkan terima kasih dengan suara hampir menangis. Saya segera bergegas pergi meninggalkannya karena mata ini sudah tidak tahan untuk meluruhkan air mata. Sambil berjalan saya teringat status seorang teman di fesbuk yang bunyinya begini: “Kakek-Kakek tua menjajakan barang dagangan yang tak laku-laku, ibu-ibu tua yang duduk tepekur di depan warungnya yang selalu sepi. Carilah alasan-alasan untuk membeli barang-barang dari mereka, meski kita tidak membutuhkannya saat ini. Jangan selalu beli barang di mal-mal dan toko-toko yang nyaman dan lengkap….”.

Si Kakek tua penjual amplop adalah salah satu dari mereka, yaitu para pedagang kaki lima yang barangnya tidak laku-laku. Cara paling mudah dan sederhana untuk membantu mereka adalah bukan memberi mereka uang, tetapi belilah jualan mereka atau pakailah jasa mereka. Meskipun barang-barang yang dijual oleh mereka sedikit lebih mahal daripada harga di mal dan toko, tetapi dengan membeli dagangan mereka insya Allah lebih banyak barokahnya, karena secara tidak langsung kita telah membantu kelangsungan usaha dan hidup mereka.

Dalam pandangan saya Kakek tua itu lebih terhormat daripada pengemis yang berkeliaran di masjid Salman, meminta-minta kepada orang yang lewat. Para pengemis itu mengerahkan anak-anak untuk memancing iba para pejalan kaki. Tetapi si Kakek tua tidak mau mengemis, ia tetap kukuh berjualan amplop yang keuntungannya tidak seberapa itu.

Di kantor saya amati lagi bungkusan amplop yang saya beli dari si Kakek tua tadi. Mungkin benar saya tidak terlalu membutuhkan amplop surat itu saat ini, tetapi uang sepuluh ribu yang saya keluarkan tadi sangat dibutuhkan si Kakek tua.

Kotak amplop yang berisi 10 bungkus amplop tadi saya simpan di sudut meja kerja. Siapa tahu nanti saya akan memerlukannya. Mungkin pada hari Jumat pekan-pekan selanjutnya saya akan melihat si Kakek tua berjualan kembali di sana, duduk melamun di depan dagangannya yang tak laku-laku.

Mari kita bersyukur telah diberikan kemampuan dan nikmat yang lebih daripada kakek ini. Tentu saja syukur ini akan jadi sekedar basa-basi bila tanpa tindakan nyata.


Semoga inspirasi ini bermanfaat. Silahkan berikan komentar anda mengenai artikel tentang ini! Setelah itu jangan lupa untuk membagikan info ini kepada sahabat dan keluarga anda dengan cara klik tombol "Likes" atau Share di MedSos anda agar mereka tahu info ini :), terima kasih @www.rumahbrand.com

Tuesday, May 19, 2015

Keuntungan Tidur Tanpa Busana


Tidak perlu lagi membeli daster atau baju tidur. Berbagai studi dan survey menunjukkan, mengapa tidur tanpa busana baik untuk kesehatan Anda. Berikut enam alasan yang patut dipertimbangkan.


Membina Hubungan Bahagia
Hasil survey 2014 oleh Cotton USA menunjukkan 57% pasangan yang tidur tanpa busana merasa bahagia dengan hubungannya. Ini 9 % lebih besar dibandingkan pasangan yang mengenakan piyama.

Mencegah Diabetes
Orang dewasa hanya memiliki sedikit jumlah lemak coklat (lemak baik). Studi di 2014 meneliti efek suhu kamar tidur terhadap lemak. LIma pria tidur di ruangan bersuhu 19, 24, dan 27 derajat Celsius. Setelah tidur 4 minggu pada suhu terdingin, para pria memiliki lemak coklat hampir dua kali lebih banyak dan sensitivitas insulinnya lebih baik. Menurut peneliti ini bisa menurunkan resiko diabetes.

Baik untuk Kesehatan Intim Perempuan
Majalah Cosmopolitan mengutip nasehat dari Dr. Jennifer Landa, yang mengungkap bahwa lingkungan yang terlalu hangat bisa memicu pertumbuhan jamur atau bakteri secara pesat di daerah vagina. Dengan mengenakan piyama, Anda bisa mencegah terjadinya infeksi.

Seperti Manusia Gua
Ahli neurologi Rachel Salas di tahun 2013 mengatakan kepada Wall Street Journal, bahwa "era manusia gua", nenek moyang kita tidur telanjang. Ini antara lain sebagai bentuk proteksi dari predator. Perasaan aman tersebut bisa diperoleh manusia dengan juga tidur tanpa busana di era modern.

Bantu Kekebalan Tubuh
Situs Mic.com melaporkan, saat terjadi kontak langsung kulit dengan kulit, kelenjar adrenal akan mendapat pesan: kurangi produksi hormon stres kortisol. Penjelasan seorang dokter: "Kortisol menekan respon imunitas." Kontak langsung dengan kulit juga meningkatkan kadar oksitosin yang bisa berefek positif terhadap tekanan darah dan penyembuhan, ujar Salas.

Suhu Tubuh Pengaruhi Tidur
Studi tahun 2004 menemukan, agar manusia bisa tertidur secara normal, suhu inti tubuh turut berpengaruh. Salah satu penelitinya mengatakan, "Studi tidur penderita insomnia menunjukkan suhu inti tubuh mereka kerap lebih hangat sebelum bersiap untuk tidur, jika dibandingkan dengan dewasa yang sehat." Sumber: newser

Semoga tips ini bermanfaat. Silahkan berikan komentar anda mengenai artikel tentang Tips-tips ini! Setelah itu jangan lupa untuk membagikan info ini kepada sahabat dan keluarga anda dengan cara klik tombol "Likes" atau Share di MedSos anda agar mereka tahu info ini :), terima kasih @www.rumahbrand.com